
Buyut Langgar adalah seorang petapa sakti yang berasal dari Pulau Bawean, yakni sebuah pulau yang terletak di tengah Laut Jawa. Ia bertapa di Ketapang, suatu tempat di Pulau Madura yang sangat jauh dari tanah kelahirannya. Orang-orang yang bertempat tinggal di Ketapang sangat menghormati dan mengagumi kesaktiannya. Petapa ini memiliki sandal ajaib yang terbuat dari kayu. Apabila sandal tersebut dipakai, ia dapat berjalan di atas air laut, berkelana dari pulau ke pulau, tanpa harus takut tenggelam atau terseret arus. Laut tak ubahnya sebuah daratan yang mulus dan rata.
Buyut Langgar sering pulang ke Pulau Bawean untuk menjenguk tanah kelahirannya. Biasanya ia hanya berada di Bawean beberapa hari saja, dan apabila rasa rindu kepada Bawean telah terpenuhi, ia kembali lagi ke tempat pertapaannya di Ketapang. Karena sandal ajaib tersebut, jarak antara Bawean dan Ketapang yang cukup jauh menjadi terasa cukup dekat.
Pada suatu hari, dalam perjalanan kembali ke Ketapang, Buyut Langgar tergelincir dan sandal kayu ajaibnya terlempar terbawa ombak nan besar. Tanpa sandal tersebut, ia tidak lagi bisa berjalan di atas air laut. Dengan sisa tenaga yang dimilikinya, Buyut Langgar berenang agar tidak tenggelam. Ketika tenaganya hampir habis dan ia akan tenggelam, tiba-tiba seekor ikan datang menolongnya. Buyut Langgar dipanggul di atas punggung ikan tersebut dan diantar hingga ke tempat pertapaannya dengan selamat.
Buyut Langgar sangat berterima kasih kepada ikan yang baik hati yang telah menolong dirinya dari keganasan air laut. Sebagai seorang petapa yang arif ia berjanji bahwa hutang budi harus dibalas dengan budi, dan hutang kebajikan harus pula dibayar dengan kebajikan. Ia kemudian mengumpulkan warga Ketapang dan menceriterakan apa yang telah terjadi dengan dirinya.
“Seekor ikan sakti telah menyelamatkan diriku dari maut. Ikan tersebut seolah-olah tahu akan bahaya yang mengancam diriku. Ia menghampiriku ketika aku hampir tenggelam. Ia menawarkan punggungnya untuk menggendongku ke daratan. Lalu aku naik ke punggungnya. Sangat aneh. Punggung tersebut seperti tempat tidur berkasur empuk, dan dalam waktu yang tidak lama, aku telah berada di pantai Ketapang dengan selamat. Ikan sakti tersebut kemudian kembali ke laut ketika aku belum sempat mengucapkan kata terima kasih. Ia telah memberiku budi baik yang tak ternilai harganya. Budi harus dibalas dengan budi. Kebajikan harus dibalas dengan kebajikan. Oleh karena itu, aku mohon kepada warga Ketapang untuk tidak membunuh atau makan ikan jenis ikan yang telah menolong diri saya. Ikan tersebut merupakan ikan keramat.” Begitu pernyataan Buyut Langgar kepada seluruh warga Ketapang.
Warga Ketapang juga sangat berterima kasih kepada ikan yang baik budi yang telah menyelamatkan tokoh yang sangat mereka cintai dan hormati. Ikan tersebut kemudian diberi nama Kanglengnga. Hingga saat ini warga Ketapang tidak berani menyantap ikan Kanglengnga karena ikan tersebut telah berjasa menyelamatkan Buyut Langgar, seorang tokoh yang sangat mereka cintai dan hormati.
disalin dari buku Mutiara Yang Tersisa I: Kearifan Lokal dalam Cerita Rakyat Madura, disusun Ayu Sutarto dkk