Ojhung: Ritual dan Mitos Pemanggil Hujan Masyarakat Madura

Syaf Anton Wr

Ojhung pada dasarnya berkembang disejumlah Jawa Timur, khususnya daerah-daerah pesisir dan wilayah yang masyarakatnya mempunyai latar etnis Madura. Ojhung sebenarnya merupakan Seni Bertarung yang menggabungkan unsur-unusr seni tari, olah raga, dan mungkin juga seni bertempur. Ojhung ini menjadi bentuk atraksi seni, sebagaimana atraksi seni lainnya yang berkembang di Madura, sangat diminati oleh masyarakat, khususnya masyarakat di pedesaan.

Sebagai seni tarung, ojhung bukan sekedar mengandalkan kekuatan fisik, tapi juga dibutuhkan kekuatan lain yaitu kekuatan kanoragan yang menjadi sarat agar petarung jadi kebal. Ujhung biasanya dilaksanakan di tempat terbuka, yaitu di tenah lapang, tegalan dan alun-alun yang mampu menyedot penonton cukup besar.

Permainan ini biasanya dilaksanakan pada sore hari dengan menampilkan dua petarung yang berlawanan, dengan komposisi petarung berada ditengah-tengah sementara para penonton mengelilinginya. Sedang media atau senjata yang digunakan yaitu sebatabg rotan yang dikepang sepanjang sekitar 110 cm, dengan lilitan sisal (serat nanas) nantinya sebagai pegangan dalam lilitan pada jari manis dan jari tengah, disebut lopalo. Hal ini sebagai tanda bahwa petarung dinyatakan kalah, apabila rotan terlepas dari tangan, namun tidak jatuh karena tali sisal masih melekat.

Sebagai pelindung yang dikenakan (semacam topeng) di kepala, disebut bukho’, berbentuk kerucut dan terbuat dari kain goni, dan didalamnya dilapisi serat pohon kelapa dan dilengkapi sebilah kayu sebagai penahan pukulan apabila menyentuh kepala, dan berfungsi untuk membelokkan pukulanyang diarahkan ke kepala.

Petarung sebenarnya tidak ada batas usia, tapi umumnya mereka terdiri dari kaum muda seusia remaja. Menghadapi permainan peserta telah siapa dengan berbagai peralatannya, sepotong kain dililitkan di lengan dan bergelangan  kiri lalu dilapisi lilitan tali rotan sebagai penangkis (tangkes), beberapa sarung lain digulung sebagai sorban dibawah alat pelingdung kepala, dan sepotong sarung lagi diikatkan pada pinggang. Selain itu pemain atau petarung bertelanjang dada dan tanpa alas  kaki, praktis petarung hanya bercelana pendek.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.