Oleh: Lailul Mufida
Prenduan, desa yang lumayan familiar ini pastinya sudah tidak asing lagi di telinga pembaca sekalian. Karena tepat di desa tersebut terdapat sebuah yayasan atau lebih tepatnya di sebut pondok pesantren yang sangat terkenal yaitu Pondok Pesantren Al-amien Prenduan.
Di desa ini pula banyak di dapatkan berbagai kekayaan pantainya. Seperti, ruput laut, berbagai macam ikan, teripang, ataupun makanan-makanan yang terbuat dari ikan atau hewan laut lainnya yang dapat di sulap menjadi makanan ringan. Yang pemasarannya bukan hanya di Madura saja, tapi sudah meluas hingga keluar pulau Jawa.
Pada zaman dahulu kala, tepatnya pada jaman pemerintahan kerajaan Sumenep yaitu, Gusti Raden Ayu Tirtonegoro Rasmana. Pada waktu itu kerajaan sumenep sedang di ancam kehancuran. Karena mereka mendengar kabar bahwa kerajaan Bali akan memerangi kerajaan Sumenep dan akan merebut daerah Sumenep. Tapi raja Sumenep tidak ingin itu semua terjadi. Tidak akan segampang itu mereka merebut kekuasaannya.
Apa lagi Sumenep ini adalah hidup baginya, rumah dan teman baginya. Takkan segampang itu mereka merebut bagian dari hidupnya ini. Namun, apalah daya beliau sadar bahwa dirinya beserta seluruh prajuritnya tidak akan mampu melawan serangan dari kerajaan Bali, mereka kuat dan memiliki ribuan prajurit. Tak hentinya sang raja mencari cara agar bisa melawan dan memusnahkan kerajaan Bali beserta prajuritnya. Bagaimanapun caranya beliau akan lakukan agar tanah sumenep ini tidak jatuh pada tangan raja Bali.
Akhirnya sang raja memiliki ide yang menurutnya akan berhasil. Beliau akan meminta bantuan pada kerajaan lain yaitu kerajaan Bangil. Karena beliau tahu bahwa kerajaan Sumenep ini tidak akan bediri tanpa berdirinya kerajaan Bangil. Beliau yakin mereka pasti bersedia memberikan pertolongan kepada saudaranya ini. Akhirnya sang raja bersama seluruh prajuritnya pergi ke kerajaan Bangil untuk meminta pertolongan. Dengan harapan yang begitu besar dan keyakinan, akhirnya mereka sampai di kerajaan Bangil.
Sang rajapun langsung mengutarakan maksud kedatangannya pada raja Bangil. Tetapi sungguh sangat mengecewakan sekali, rupanya raja Bangil menjawab bahwa beliau beserta prajuritnya tidak dapat membantu kerajaan Sumenep. Namun ada harapan setelah itu, sang raja Bangil menyuruh raja Sumenep untuk meminta pertolongan pada Bhindereh Zuhud, atau yang biasa di sebut dengan Bhindereh Saod. Bhindereh Saod sendiri adalah keturunan dari Syaikh Sayyid Yusuf (Talango). Beliau berdiam di desa Lembung, Lenteng.
Setelah berpamitan pada kerajaan Bangil, raja Sumenep beserta seluruh prajuritnya langsung menuju ke Lenteng untuk menemui Bhindereh Saod. Setelah sampai di Lenteng, sang raja langsung menemui bhindereh Saod dan mengutarakan maksud kedatangannya. Bhindereh Saod tidak mengatakan sepatah katapun, seperti telah mengetahui dengan jelas maksud kedatangan raja dan seluruh prajuritnya.
Bhindereh Saod hanya menunjuk ke arah tenggara pulau Madura. Apa arti dari beliau menunjuk kea rah tenggara itu?. Rupanya raja Sumenep sadar, bahwa tempat yang di tunjuk Bhindereh Saod itu adalah Talango. Maksud Bhindereh Saod menunjuk ke arah Talango, agar raja beserta prajuritnya mnuju kesana. Disana, mereka akan menemukan pertolongan yang sebenanrnya. Sementara untuk sampai di Talango, mereka harus menaiki perahu. Maka, tanpa piker panjang raja beserta prajuritnya langsung menaiki perahu menuju Talango.
Sesampainya di Talango, mereka tidak menemui siapapun. Karena memang di Talango ini tidak ada yang menempati. Tapi tiba-tiba mereka melihat sebuah sinar di suatu tempat. Sinar harapan yang akan menjadi titik terang pertolongan mereka. Sang raja beserta seluruh prajuritpun menghampiri sinar itu. Semakin dekat, rupanya sesuatu yang bersinar itu adalah sebuah makam. Entah makam siapakah, namun beliau yakin bahwa ini adalah makam Syaikh Sayyid Yusuf, ayahanda Bhindereh Saod. Dan beliaupun juga mngerti dan paham maksud dari Bhindereh Saod menunjuk ke makam ini. Agar raja beserta seluruh prajurit itu berziarah dan mengaji di makam tersebut.
Raja beserta seluruh prajuritpun segera mengambil wudhu dan segera mengaji disana. Sambil memohon agar mereka di beri pertolongan dan keselamatan dari serangan kerajaan Bali. Raja tidak mau kalau Sumenep di rebut oleh kerajaan Bali. Mereka mengaji dengan khusyuk dan sungguh-sungguh mengharap pertolongan. Namun bukan pada makam ini, tetap pada Allah SWT. Hanya saja melewati perantara berziarah dan mengaji di makam ini. Segala pertolongan maupun musibah itu datangnnya dari yang maha kuasa, Dialah yang memiliki kehendak kepada siapakah atau kapankah akan memberikan musibah maupun pertolongan.
Di tengah-tengah khusyuknya mereka mengaji, mereka mendengar bahwa tentara Bali sudah hampir sampai di Talango untuk menyerang raja sumenep dan seluruh prajuritnya. Raja Sumenep pun semakin khusyuk meminta dan berdo’a. Subhanallah, di luar akal sehat, ketika tentara Bali menuju ke Talango dengan menggunakan perahu, ombak di antara Talango dan Sepudi tiba-tiba menjadi besar. Padahal air laut yang tadi di lewati raja Sumenep beserta prajuritnya begitu tenang dan tidak ada tanda-tanda aka nada ombak yang begitu besar seperti ini.
Ombak yang besar antara Talango dan Sepudi pun menerjang tentara Bali. Sehingga perahu merekapun oleng dan terbalik. Ombak terus saja menggulung perahu mereka, menerjang, mengguncang tentara Bali. Tak sedikit tentara Bali yang meninggal ataupun luka-luka akibat musibah ini. Yang menurut raja Sumenep adalah sebuah mukjizat yang di turunkan Allah SWT untuk menolong Sumenep. Subhanallah, tak hentinya raja Sumennep bersyukur dan memanjatkan do’a pada sang pencipta.
Akibat dari serangan ombak ini, selain yang kehilangan nyawa, banyak pula yang terdampar di Talango. Mereka yang masih selamat di tangkap dan di tawan di daerah Pinggir Papas oleh raja Sumenep. Sampai saat inipun tempat tawanan itu masih ada dan sering di kunjungi oleh masyarakat maupun peneliti. Karena kebencian raja kepada tentara Bali, raja berinisiatif untuk membunuh mereka yang masih selamat itu. Namun, hal itu tidak di setujui oleh Bhindereh Saod. Bhindereh Saod bermaksud untuk memaafkan dan menerima para tawanan itu di Sumenep. Sang rajapun setuju dengan usul Bhindereh Saod itu.
Setelah lama tinggal di Sumenep, akhirnya para tawanan itu sadar dan menjadi penduduk asli Madura tepatnya di Sumenep. Maka, inilah sebabnya mengapa di Madura, tepatnya di Sumenep budaya Bali banyak di temukan. Seperti petik laut, membakar dupa untuk sesembahan, atau sesajen dan masih banyak lagi budaya Bali yang sampai sekarangpun masih kental di anut oleh masyarakat Madura.
Sebuah kabar gembira pula, selain para tawanan menjadi penduduk asli Madura, Bhindereh Saod pun di jadikan menantu oleh raja Sumenep. Karena jasa Bhindereh Saod yang sangat besar dan memang perawakan Bhindereh Saod yang sangat santun. Sehingga raja pun mnyukai Bhindereh Saod. Yang kemudian di juluki Kanjeng Tumenggung Ario Tirtonegoro. Pernikahan Bhindereh Saod dengan putri raja Sumenep, di karuniai dua orang anak yaitu, Anknya Somala Asiruddin Fakunapaningrat dan Sri Sultan Abdurrahman Fakunapaningrat I yang kemudian disebut Raden Ario Notonegoro.
Pada tahun pemerintahan pangeran saccadiningrat II, beliau mempunyai seorang anak perempuan yang sangat cantik serta kulitnya yang kuning kemilau. Putri tersebut bernama putri Saini, yang dijuluki dengan Potre Koneng. Setelah Raden Ayu Potre Koneng menginjak remaja, bapak ibunya menghimbau agar ia kawin. Namun, ia menolak karena tidak mengetahui sama sekali tentang masalah perkawinan. la lebih senang berbakti kepada Allah daripada kawin. Karna itu pada suatu hari, ia berpamitan kepada kedua orang tuanya untuk pergi ke goa Payudan. Ia akan bertapa di tempat tersebut.
Setelah direstui oleh ibu bapaknya, lalu ia berangkat bersama tiga orang pengiringnya. Dalam menjalani masa pertapaannya itu, Raden Ayu Potre Koneng tidak makan, tidak minum, dan tidak pula tidur. Setelah sampai tujuh malam, ketika itu malam tanggal empat belas, ia tertidur. Dalam tidurnya itu, ia bermimpi didatangi seorang laki-laki yang roman mukanya sangat tampan. Laki-laki tersebut mengaku bernama Adipoday. Ketika itu Raden Ayu Potre Koneng terkejut, lalu bangun, “Oh, aku bermimpi,” katanya. Setelah pagi hari ia pulang ke Sumenep.
Dari hari ke hari, bulan berganti bulan, kini perut Raden Ayu Potre Koneng semakin besar. Ia hamil. Dan kehamilannya itu, membuat bapak ibunya marah, hingga pada suatu hari ia akan dihukum mati. Bapak ibunya tidak kuat menahan rasa malu karna puteri satu-satunya hamil diluar nikah. Bapak ibunya akan merasa malu andaikata peristiwa ini didengar oleh raja-raja yang lain.
Di samping itu, akan mencemarkan nama baik kerajaan clan keluarga besar keraton. Itulah pandangan kedua orang tua Raden Ayu Potre Koneng mengenai kehamilan puterinya. Sang rajapun menjatuhinya hukuman mati. Beliau menyuruh salah satu prajuritnya untuk membunuh putri. Namun, karena prajurit tak tega pada putri, akhirnya dia tidak membunuh putrid melainjan menyuruhnya pergi jauh dari kerajaan agar raja pun mengira kalau putri telah mati.
Begitulah, ketika kandungannya berusia sembilan bulan, maka pada suatu malam bertepatan dengan tanggal empat belas, Raden Ayu Potre Koneng melahirkan seorang bayi laki-laki. Sang puteri melahirkan tanpa mengucurkan darah setetes pun, dan tanpa mengeluarkan ari-ari pula. Sang bayi tampak elok, bersih, dan berseriseri, mengingatkan sang puteri kepada orang yang pernah datang dalam mimpinya. Tapi, tak kuat menanggu malu, akhirnya putri mnyuruh dayangnya untuk membuang bayi itu.
Dayang pun membawa bayi itu ke hutan, dan meletakkannya di sebuah tempat yang aman dan rindang. Berta sebenarnya meninggalkan bayi yang masih merah ini sendirian di hutan. Namun ini adalah tugas dari sang putri maka ia harus melakukannya. Setelah yakin bahwa tempat ini benar-benar aman, ia meninggalkan bayi tersebut lalu kembali pada putri.
Diceritakan bahwa di daerah lain, yaitu di Desa Pakandangan (sekarang Pakandangan termasuk Kecamatan Bluto Kabupaten Sumenep), hiduplah seorang laki-laki bernama Empo Kelleng. Dalam kegiatan sehariharinya, ia bekerja sebagai pandai besi. Membuat keris, pisau, dan perkakas pertanian. Di samping sebagai pandai besi, Empo Kelleng juga memelihara kerbau. Tiap pagi binatang piaraannya itu diumbar ke hutan. Dan, bila senja pulang sendiri, lalu masuk ke kandangnya. Begitulah kerbau Empo Kelleng setiap harinya.
Di antara kerbau yang banyak tadi, ada seekor kerbau betina yang berbulu putih mulus serta paling bagus dibandingkan yang lain. Ketika bayi tadi dibuang ke hutan, kerbau putih itu baru selesai menyusui anaknya. Dengan kekuasaan Allah, pada saat bayi diletakkan di hutan, secara diam-diam kerbau putih tadi berlari ke tempat bayi itu, lalu menyusuinya. Di samping menyusui, kerbau putih itu menjaganya agar tidak sampai dimakan binatang buas. Sampai akhirnya hal itu di ketahui Empo Kelleng.
Akhirnya Empo Kelleng mengikuti kerbaunya ke bawah pohon, tempat dimana kerbau menyusui sang bayi. Setelah Empo Kelleng sampai di bawah pohon, ia mendapati seorang bayi laki-laki yang sedang disusui kerbau miliknya. Raut wajahnya sangat tampan dan berseri-seri. Betapa gembiranya hati Empo Kelleng sebab dirinya memang sangat mendambakan keturunan. Ia langsung membawa pulang bayi itu dan menceritakan semuanya pada istrinya. Istrinya pun merawat bayi itu dengan kasih sayang. Anak itu kemudian di beri nama “Jokotole”. Setelah beranjak dewasa, kesaktian Jokotole mulai tampak. Dia pandai membuat perkakas dari besi tanpa alat satupun. Hal yang paling di sukainya adalah berkuda.
Suatu ketika ia berkuda dari Sumenep menuju Pamekasan, tiba-tiba ketika sampai di suatu daerah perbatasan antara Sumenep dan Pamekasan kudanya berhenti dan beristirahat. Dalam bahasa Madura, ketika suatu hewan beristirahat itu di sebur “arenduh”. Maka dari itu sebuat tempat yang di jadikan tempat istirahat kuda Jokotole ini, di sebut dengan “Prenduan”. Sampai saat inipun warga Prenduan sendiri masih sangat hafal benar tentang asal muasal nama Prenduan ini.
Di katakana pula, dahulu kala ketika penjajahan Belanda, para kolonel belanda menjadikat tempat tersebut sebagai tempat singgah melepas lelah ketika menuju ke Sumenep. Nah, begitulah kisah asal muasal nama Prenduan. Memang panjang dan kemana-mana pastinya karena sejarah nama-nama tempat di Madura ini saling berkaitan. Semoga artikel ini menjadi salah satu media kita belajar ya…. terimakasih atas perhatian anda (dari ensiklopedimadura.wordpress.com)