Ratu Ibu, Tangis Panjang Seorang Ibu Sampai Wafat

Menangis Sampai Meninggal

[junkie-alert style=”green”] Dalam babad Madura, seperti yang diceritakan juru kunci Pemakaman Airmata, selama dalam pertapaannya Ratu Ibu senantiasa memohon pada Tuhan agar kelak keturunannya dapat menjadi pemegang pucuk pimpinan di Madura.! [/junkie-alert]

Dan ia juga berharap agar pucuk pimpinan dipegang keturunannya hingga tujuh turunan. Dalam tapanya Ratu Ibu bertemu dengan Nabi Khidir A.S yang dianggap oleh Ratu Ibu sebagai pertanda bahwa permohonannya akan dikabulkan.

Merasa pertapaannya sudah cukup, Ratu Ibu pun kembali ke Kraton Sampang. Selang beberapa lama, suaminya, Pangeran Cakraningrat I datang dari Kesultanan Mataram. Kepada suaminya Ratu Ibu menceritakan perihal mimpinya.

Tetapi yang terjadi justru kemarahan dari Cakraningrat. Dengan nada marah Cakraningrat berkata “Mengapa kamu hanya memohon tujuh turunan, seharusnya keturunan kita selamanya menjadi pemimpin di Madura,” kata Hasan menirukan kata-kata Cakraningrat kepada Syarifah Ambami.

Setelah suaminya kembali ke Mataram, dengan perasaan sedih Ratu Ibu kembali bertapa di Desa Buduran. Di sini ia memohon agar permintaan suaminya dapat dikabulkan oleh Yang Maha Kuasa.

“Permohonan Ratu Ibu terus dilakukan siang dan malam sambil menangis. Ratu Ibu akhirnya meninggal dan di tempat pertapaannya inilah ia dimakamkan. Menangis saat bertapa. Barangkali karena itulah pemakaman itu akhirnya diberi nama Air Mata atau air mata,”ujar Hasan. (sumber: viva.co.id)

baca juga tulisan senada: Belajar Berkorban dan Ikhlas pada Rato Èbhu

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.