Pembudidayaan Bhâlungka’ dan Tèkay Madura
dikembangkan lebih lanjut (antara lain dengan jalan mengimpor bibit unggul baru). Dengan demikian tanaman yang menyukai daerah berawa-rawa ini produksinya akan dapat ditingkatkan dengan jalam menanam kultivar unggul yang diameter umbinya 4 cm dan bukannya hanya kurang dari 2 cm.
Pada pihak lain, menyadari kemungkinan berlangsungnya desertifikasi (atau penggurunpasiran) beberapa kawasan Indonesia seperti daerah Nusa Tenggara dan Madura serta Gunung Kidul, biologiwan harus mulai mengantisipasinya dengan menggalakkan tersedianya kultivar tanaman baru yang cocok untuk tanah kering, penguasaan teknologi drip irrigation untuk diterapkan secara besar-besaran, memikirkan roadmap pemanfaatan teknologi genetically modified organisms/GMO untuk merakit kultivar padi berakar sorgum, dan kiat-kiat mengembangkan sistem tumpang sari berasaskan desert agronomy, serta gebrakan inkonvensinal lainnya. Selain teknik agronomi, pengembangan pertanian di Madura memang menuntut dicari dan ditemukannya relung kespesialisasian yang perlu diisi dengan kegiatan yang tak tertandingi di tempat lain. Bertani dengan berhasil di lahan kering memang menuntut pendekatan yang tidak biasa dalam segala hal, baik jenis komoditas yang dipilih untuk dikembangkan, maupun bibit unggul sesuai dengan rezim iklim yang harus diciptakan, upaya menjaga keberbedaan (distinction) dan keseragaman (uniformity) serta kestabilan (stability) kultivar yang harus dipertahankan demi kepuasan konsumen abad XXI.
*****
Tulisan bersambung:
- Sumbangan Budaya Madura Kepada Kebudayan Nasional
- Pengembangan Bahasa Madura dan Problematikanya
- Sekilas Falsafah Abhântal Ombâ’ Asapo’ Angèn
- Pembudidayaan Bhâlungka’ dan Tèkay Madura
- Tentang Kuliner: Ètèk sè Nyongkem
- Sèkep Pelambang Kejantanan Seorang Pria Madura
- Aroma Du’remmek dan Kembhâng Campor Bhâbur
- Pola dan Bentuk Rumah: Tanèyan Lanjhâng
- Ramuan Jhâmo Bagi Wanita Madhurâ
- Masa depan Madura Bergantung Pemuda Madura
Dibawah layak dibaca