04/06/2023
Keberhasilan dan kegagalan suatu produk kesenian seringkali ditentukan oleh penguat, yaitu pelaku dan penikmatnya. Apakah hal ini juga berlaku pada tradisi barzanji yang pernah semarak ditengah masyarakat pesatren

Demikian pula dalam masyarakat Islampun mengalami hal yang sama. Ketika faktor-faktor eksternal dan internal itu makin merambah ke segmen masyarakat Islam, seni-seni yang bernuansa Islampun ikut terkikis oleh gelobang perubahan. Contoh misal di masyarakat Madura, penampilan samroh, qosidah, gambus, nasyid, hadrah dan sejenisnya pernah mengalami booming pada dekade sampai akhir tahun 80-an. Sejumlah perkumpulan, festiwal atau paling tidak pertunjukan-pertunjukan dalam rangka memperingati Hari-hari Besar Islam, tidak lengkap tanpa digelar kesenian yang bernuansa Islam itu. Namun kenyataan, dangdut lebih meraja, segala jenis hiburan yang – katanya – disebut modern lebih dekat dihati masyarakat, termasuk di tengah masyarakat tradisi dan masyarakat muslim.

Semua ini merupakan jawaban, bahwa sebenarnya akar persoalan dari kemunduran ini terletak pada ummat Islam sendiri yang kerap menilai sepihak tentang pemahaman kesenian. Bila kita amati, penyebab kemacetan kesenian dikalangan ummat Islam sendiri antara lain;

  • konsepsi Islam tentang kesenian tidak jelas, disamping kurang atau tidak memahami falsafah kesenian;
  •  karena pengertian dien Islam sudah dipersempit menjadi agama Islam, sedang dalam agama tidak ada tempat kesenian, maka dianggap pula tidak ada tempat kesenian dalam Islam;
  • kejatuhan ummat Islam dalam kebudayaan umumnya dan sosial, ekonomi, termasuk politik yang berakibat pembekuan kehidupan kesenian;
  • tanggapan ummat Islam (yang sudah dipengaruhi budaya Barat) tentang kesenian, mengasosiasikannya dengan temporer yang bersifat sekularisme. Dengan demikian kesenian akan selalu berlawanan dengan Islam yang anti sekularisme.

Selain empat hal tersebut, yang lebih tragis lagi yaitu mengharamkan kesenian (tanpa memberi batasan wilayah kreasi), meski sebenarnya dalam realitasnya mereka dengan sadar “amalan-amalan kesenian” dilakukan sebagai kebutuhan proses keberagamaan, seperti membaca al-Qur’an dengan berlagu, menyerukan adzan dengan irama merdu, memajangkan karya seni rupa kaligrafi, termasuk didalam barzanji, dan sebagainya.

Sebenarnya, dalam kondisi semacam itu tidak harus menimbulkan skeptis dan apatis bagi pengembangan seni sastra Islam. Mengapa? Karena kesenian lokal bisa bertahan dan berkembang secara pesat apabila tumbuh komitmen kultural di kalangan pendukungnya. Dan barzanji mempunyai potensi kuat dalam menghadapi realitas tersebut, karena;

  • barzanji memiliki dimensi religiositas yang tinggi, karena secara langsung berhubungan dengan keberadaan Nabi Muhammad;
  • memiliki massa (ummat Islam) sangat besar dan dominan;
  • mudah dihafalkan dan difahamkan;
  • enak dan indah dilantunkan ketika ditangkap telinga dan hati;
  • (seharusnya) menjadi bagian dari kebutuhan rohani

Tapi tampaknya dari perkembangan yang terjadi, barzanji tidak begitu membumi, bahkan makin terlupakan bila tanpa ditandai peringatan-peringatan kelahiran Nabi, atau dalam kegiatan perkumpulan-perkumpulan yang juga kurang banyak diminati bila dibandingkan dengan realitas masyarakat Muslim yang makin bertambah.

Keberhasilan dan kegagalan suatu produk kesenian seringkali ditentukan oleh penguat, yaitu pelaku dan penikmatnya, selain modal (suatu kekuatan yang mempelopori terjadinya perkembangan). Dalam kesenian lokal seperti seni sastra barzanji yang demikian kental dengan kebutuhan moral spiritual, seharusnya makin memberikan pencerahan ketika berhadapan dengan kebudayaan global, baik pencerahan kuantitas maupun kuantitas.

Pencerahan kuantitas yaitu makin meningginya aktifitas barzanji dengan menawarkan ruang lebih luas lagi ke seluruh penjuru masyarakat. Artinya barzanji tidak sekedar disampaikan pada acara-acara seremoneal semata, seperti dalam peringatan hari-hari besar Islam, tetapi juga harus lebih menyentuh ke seluruh lapisan. Sedang pencerahan kualitas, yaitu memberikan sentuhan sentuhan lebih kuat terhadap nilai-nilai ketakwaan.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.