Lontar Madura

  • Home
  • Gapura
    • Merawat Madura
    • Gerbang Madura
    • Sejarah Madura
  • Lokalitas
    • Sastra Madura
    • Budaya Madura
    • Tradisi Madura
  • Ragam
    • Artikel Madura
    • Peristiwa Madura
    • Aneka Peristiwa
  • Pesohor
    • Tokoh Madura
    • Wisata Madura
  • Folklore
    • Legenda Madura
    • Permainan Anak Madura
  • Info
    • Tempat Penginapan dan Hotel di Madura
    • Jarak Antar Kabupaten-Kota di Jawa Timur
    • Jarak Antar Kota dan Provinsi di Pulau Jawa-Madura-Bali
    • Mohon Dukungan Domasi
  • Arah
    • About Us
    • Daftar Isi
    • Sitemap
    • WPMS Html Sitemap
  • Kontak
    • Forum Madura
    • Kirim Artikel
    • Komentar dan Saran Anda
  • Hantaran
    • Marlena, Perjalanan Panjang Perempuan Madura
    • Mutiara yang Terserak
    • Tembhang Macapat Madura
    • Dewan Kesenian di Madura Dihidupkan Lagi?
  • Kanal
    • Madura Aktual
    • Madura Eksodus
    • Lilik Soebari
    • Perempuan Laut
    • Madura Dalam Gambar
    • Babad Madura
  • Telusur
    • Penelusuran Praktis Tulisan Lontar Madura
    • Peta Lokasi Lontar Madura

Memaknai Tradisi Rokat di Madura

Menuju > Home | Tradisi Madura | Memaknai Tradisi Rokat di Madura

Ditayangkan: 02-09-2012 | dibaca : 13,664 views
1 Star2 Stars3 Stars4 Stars5 Stars (No Ratings Yet)
Loading...

Kenyataan pelaksanaan rokat di masyarakat Madura ternyata tidak terbatas pada lingkup sukerta yang melekat pada seseorang namun melingkupi beberapa aspek di luar individu, yakni komunal. Artinya, pelaksanaan rokat dapat dikategorikan ke dalam dua jenis, yakni yang menyangkut masalah pribadi seseorang individu dan masalah kelompok atau kolektif. Di bawah ini dapat dilihat lewat bagan kategori rokat di Madura.

Jenis Rokat

Rokat Komunitas/Kolektif

Rokat Individual

rokat tasè’ (ruwat laut) rokat pandhaba
rokat bumè (ruwat bumi)
rokat dhissa (ruwat desa)
rokat gumba’ (ruwat riak air)

Rokat tasè’ atau ruwat laut kedudukannya sama dengan upacara sedekah laut di beberapa wilayah pantai di Jawa, yaitu diselenggarakan pada awal musim panen ikan laut ( mosèm poco’) atau pada musim kapat (sekitar bulan Agustus) di beberapa wilayah pantai Pulau Madura seperti di desa Sotabar, Ketapang, dan Patondu. Upacara ini diselenggarakan pada hari Kamis malam Jum’at. Tujuan upacara untuk memohon kepada sè’ kobasa tasè’ (penguasa laut) agar memberi berkah keselamatan bagi para nelayan yang akan melaut menjala dan memancing ikan. Dalam kepercayaan tradisional para penguasa laut berujud Dhiba (dewa laut), tetapi setelah diinterpretasi dengan agama Islam menjadi Nabi Chidir. Upacara dilengkapi dengan sesajian dan doa panglobar (doa pengeluar, ‘pelepasan dari segala ancaman jahat’). Sesajian berupa buah-buahan, telor ayam, ayam, patung kambing, boneka manusia dari tepung, nasi putih, merah, hijau, dan hitam yang diletakkan ke dalam miniatur perahu dari gedobok pisang yang dirangkai dengan bambu dan tebu wulung.

Rokat bumè diselenggarakan oleh kolektif se desa untuk memohon keselamatan dari segala ancaman bahaya penyakit, hama tanaman, dan mohon kesejahteraan lewat keberhasilan panen bagi masyarakat tani di daerah pedalaman Madura. Pelaksanaan upacara diselenggarakan di sebuah perempatan jalan utama desa dengan makan bersama dan doa Sapujagad kepada Sè Nur Cahya Potè (Tuhan) dan kepada Sana’ kang empa’ kalèma Sahadat (empat saudara dan kelima batin), biasanya diselenggarakan pada bulan Sora, pada awal musim panen, atau pada awal musim hujan. Orang Madura memandang empat saudara sebagai sesuatu yang penting, yang dimaksud empat saudara berupa tamonè (tembuni, placenta), tontonan (tali pusar), totop (selaput lendir), dan orèh (gumpalan darah) yang keluar bersama bayi pada proses persalinan (tarètan sè apolong poros).

Sementara itu, yang disebut dengan rokat dhissa hakekatnya sama dengan rokat bumè atau kalau di Jawa setara dengan upacara bersih desa. Tujuannya untuk menolak bala, menghadirkan harmoni bagi kolektif dan keamanan, ketenteraman desa. Inti upacara lainnya dalam rokat bumè dan rokat dhissa adalah upaya manusia melawan empat nafsu yang berupa amarah (songar), supiyah (anyen), luwammah (lèrrè), dan mutmainah (soccè).

Pages: 1 2 3 4

Dibawah layak dibaca

Tinggalkan Komentar Anda

Click here to cancel reply.

Kembali ke Atas

  •  

RSS_lontarmadura.com  

kosong
Lontar Madura
Madura Aktual
Lilik Soebari
Babad Madura Line
  • audio
    "Apen Parsanga"
    http://www.lontarmadura.com/wp-content/uploads/2019/06/Lagu-Madura-Apen-Parsanga.mp3
    Lagu Madura dari Sumenep
  • Terbaru

    • Benarkah Taman Sarè Keraton Sumenep Tempat Mandi Putri Raja?
    • Aretan Sapi dari Kerapan dan Sape Sono’
    • Media Massa dalam Membentuk Stereotip Etnis Madura
    • Media dan Stereotip Terhadap Etnis Madura
    • Pamekasan Pada Masa Pemerintahan Adipati Ario Adikara
  • Komentar Anda

    • sinau on Sekilas Raja dan Tokoh Penting Bangkalan
    • Lontar Madura on Bindoro Saud, Raja Ke 29 Memimpin Kerajaan Sumenep
    • Lontar Madura on Bindoro Saud, Raja Ke 29 Memimpin Kerajaan Sumenep
    • Ahmad junaidi qurthubi on Bindoro Saud, Raja Ke 29 Memimpin Kerajaan Sumenep
    • Agus Hariadi on Sekilas Raja dan Tokoh Penting Bangkalan
  • Jumlah Pengunjang

    • Asal Usul Leluhur Orang Madura - 91,979 views
    • Bindoro Saud, Raja Ke 29 Memimpin Kerajaan Sumenep - 48,532 views
    • Sejarah Buju’ Batu Ampar Pamekasan - 42,327 views
    • Tembang Macapat Madura dan Sejarah Pengembangannya - 38,325 views
    • Puisi Madura: Abdul Gani - 35,410 views

© All Rights Reserved. Lontar Madura
Free Wordpress Themes by Highervisibility.com

Close