Sesisir Pisang Kiai: Sedikit tentang Kosmologi Madura

Buku A Dardiri Zubairi ini adalah salah satu usaha dimaksud, yang tentu harus kita apresiasi sepatutnya. Ia berisi renungan, pemikiran, kegelisahan, dan pencarian atas makna, substansi atau nomena dan berbagai tradisi dan kebudayaan Madura. Dalam beberapa hal ia merupakan pembelaan terhadapnya, dan pencatatan atas tradisi yang (nyaris) punah. Apa yang direnungkannya adalah berbagai tradisi dan fenomena sosial-budaya dalam apa yang pernah saya sebuat sebagai lingkungan budaya pesantren. Yaitu berbagai tradisi dan kebudayaan yang hidup dan dihidupi oleh masyarakat pesantren di Madura. Pesantren di sini tidak menunjuk pada lembaga pendidikan sebagaimana lazim dipahami, melainkan pada tradisi dan orientasi budaya yang secara umum bersifat keislaman. Dengan demikian, pesantren di sini lebih merupakan kategori sosial-budaya daripada lembaga pendidikan atau agama.

Yang perlu pula direnungkan oleh Dardiri adalah berbagai tradisi dan fenomena sosial-budaya !ingkungan budaya non-pesantren, yaitu tradisi yang kurang atau tidak disokong, atau bahkan cenderung ditampik oleh masyarakat pesantren, namun sangat hidup dalam masyarakat Madura. Contohnya, tanda’, kejhung, saronèn, dan musik ul-gaul, atau sapè sono’ dan kerapan sapè. Sebagai seorang yang berlatar budaya pesantren, kiranya menarik jika Dardiri merenungkan juga fenomena sosial-budaya yang cenderung ditolak oleh lingkungan budaya pesantren.

Akhirnya, izinkan saya menutup pengantar mi dengan anekdot beriktit:

“Sampean Madura?”

“Madura, Mas.”

“Kalau begitu sampean NU.”

“Ya NU, Mas.”

“Kalau begitu, lebaran sampean beda dengan Lebaran Muhammadiyah.”

“Lo? Endak, Mas. Dak beda.”

“Kan NU dan Muhammadiyah beda lebarannya?”

“Lo sampean in Endak, Mas. Lebaran NU dan Muhammadiyah dak pernah beda.”

“Gak pernah beda gimana?”

“NU dan Muhammadiyah samma lebarannya. Dan dulu selalu samma. Dakpernah beda.”

“Sama gimana? Sampean mi.”

“Samma-samma 1 Syawal.”

“Tapi itu, Muhammadiyah lebaran han Senin, NU han Selasa?”

“Oh, itu namanya Muhammadiyah lebaran duluan, NU belakangan. Tapi samma-samma 1 Syawal, Mas!”

Selamat membaca buku sederhana namun berharga mi. Salam. fl

*Jamal D. Ralunan, asal Lenteng Timur, Sumenep, Madura. Penyair, dosen sastra UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, pemimpin redaksi majalah sastra Horison dan Jumal Sajak.

Tulisan diatas merupakan Pengantar Buku Rahasia Perempuan Madura, Esa-Esai remeh Seputar Kebudayaan Madura, penulis A. Dardiri Zubairi, Penerbit: Andhap Asor – Al-Afkar Press 2013

 

Responses (4)

  1. saya butuh buku itu tolong gimana ya caranya karena ditoko buku tidak ada.. please kasi info

  2. gan saya tertarik sama buku ini, kalau boleh tau buku ini bisa saya dapatkan dimana ya gan ?

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.