Serangan Umum di Kota Pamekasan

Serangan Umum pada tanggal 16 Agustus 1947 di Pamekasan
Serangan Umum pada tanggal 16 Agustus 1947 di Pamekasandi

Pada Tanggal 16 Agustus 1947, menurut hasil penyelidikan, sebelum diadakan serangan umum keadaan musuh/tentara Belanda di kota Pamekasan di sebelah timur agak lemah, dan rencana diatur sebagai berikut:

Di bagian selatan, barat, dan utara kota digerakan kelompok-kelompok penghadang dengan tambahan dari Badan-badan Perjuangan, sedangkan serangan pokok/hoofd aanval akan datang dari arah timur yang dipimpin oleh Mayor Mangkudiningrat sendiri.

Kekuatan tentara kita dalam serangan umum ini kurang lebih dua Kompi tentara, satu Kompi Mobbrig dan 1000 orang dari Badan-badan Perjuangan, sebagian besar dari Barisan Sabilillah/Hisbullah dari Galis yang dipimpin oleh K.H. Zaini.

Serangan pokok dimulai pada pukul 03.00 di dekat Panggung di kota Pamekasan dan langsung mendapat sambutan tembakan mitraliur gencar dari pihak Belanda.

Itu mulailah dentuman mortir dan mitraliur dari Belanda yang menghujani para penyerang (tentara kita). Walaupun demikian gerakan kita tidak gentar dan terus maju dengan cara merangkak, melewati lumpur dan sungai.

Pada pukul 05.00 gelombang pertama dari penyerang tentara kita, antara lain Mayor Mangkudiningrat dan Staf beserta Kompi Slamet Kamaludin sudab sampai di kota tengah (Barurambat Tengah). Di sana semua hubungan dengan bagian-bagian/unit-unit yang kecil dicoba diperbaiki (dikonsolidasi) untuk meneruskan serbuan secara memencar ke bagian-bagian lain di dalam kota.

Sambutan mitraliur dari tentara Belanda banyak dilancarkan dan watertoren sedang tentara kita memang telah berada dalam jaringan/jarak tembak tentara Belanda. Dalam gerakannya beberapa kelompok penyerang seakan-akan kemasukan setan menerobos jaringan tembakan musuh dan hal itu sangat membanggakan meskipun juga sangat mengerikan. Dalam pertempuran dekat semacam itu pasukan kita banyak yang gugur terutama di pihak pasukan Sabilillah.

COPP dan Staf dibawah pimpinan Mayor Abu Djamal memasuki kota melalui tangsi Kepolisian di Kongsi lalu masuk rumah sakit menuju Sedangdang.

Di alun-alun Sedangdang tersebut pihak kita langsung berhadapan dengan tentara Belanda. Pada waktu yang bersamaan, Mayor Mangkudiningrat dengan rombongannya bertempur menghadapi Belanda di sebelah tengah. Tentara Belanda menggunakan mitraliur menjawab tembakan gencar tentara kita yang hanya bersenjata sten dan senapan sejenis Lee Enfield dan Barisan Sabilillah!Hisbullah hanya bersenjatakan bambu runcing dan tongkat, pentungan besi dan sebagainya.

Peluru mortir kita yang ditembakkan pada permulaan serangan menemui sasarannya dan mengena pada pusat angkutan tentara Belanda di Balaikambang yang menimbulkan kerusakan-kerusakan. Hampir bcrsamaan, pada kurang lebih pukul 05.00 pagi pasukan Sabilillah dan Badan-badan Perjuangan lainnya masuk di alun-alun di depan Masjid Jamik, langsung berhadapan dengan sebagian tank-tank Belanda yang sebetulnya ingin menyingkir ke selatan (Sampang).

Di sinilah terjadinya banyak korban yang jatuh di pihak rakyat, Sabilillah/Hisbullah dan lain-lainnya. Kepada rakyat yang gugur dengan gagah berani dan pantang mundur berbakti kepada Nusa dan Bangsa, kita harus memberikan hormat/salut yang setinggi-tingginya.

Pasukan kita berhasil memukul mundur tentara Belanda yang tidak berbusana serta berhasil mengenai sasaran pula. Tetapi kurang  lebih pukul 09.30, datanglah tank- tank dan pansernya dari daerah selatan yang membantu pasukannya, maka COPP dan rombongannya di Sedangdang dihujani peluru.

Dengan dibuatnya Taman Makam Pahiawan (TMP) di Pamekasan yaitu di sebelah selatan kota di desa Panglegur, maka semua kerangka pahlawan yang gugur dalam serangan umum kota Pamekasan dipindahkan menjadi penghuninya yang pertama. Sayang sekali tembok peringatan yang lama dibongkar dan diganti dengan tugu menjadi lambang perjuangan pahiawan dalam masa perjuangan mempertahankan Kemerdekaan Republik Indonesia di Madura, yang diikuti oleh seluruh rakyat Madura, tanpa menghiraukan penderitaan.

Untuk selanjutnya telah dibuat suatu monumen “ARE’LANCOR” di tengah-tengah kota Pamekasan yang peresmiannya telah dilaksanakan pada tanggal 19 Agustus 1988 oleh Jenderal Purnawirawan Surono sebagai Ketua Harian Dewan Nasional Angkatan-45.
Sungguh sukar untuk mengetahui adanya korban tentara Belanda yang jatuh karena yang meninggal atau luka terus diangkut segera ke Surabaya dan yang luka ringan saja dirawat di Pamekasan.

Setelah dilakukannya serangan umum ke kota Pamekasan tersebut, maka guna Iebih melancarkan perlawanan dan pertempuran menghadapi tentara Belanda kepada Badan-badan Perjuangan yang ada di daerah front pertempuran diberikan kesempatan untuk istirahat sebentar untuk memupuk energi kembali.

Mengenai peristiwa serangan umum ini, perlu dicatat suatu pesan dan penilaian seorang wartawan perang Belanda, Wim Horman di dalam ungkapannya: “ ‘t Was echt een zware nacht merrie”, yang dalam bahasa Indonesianya adalah “Benar-benar suatu mimpi buruk yang dahsyat”, atau dalam ungkapan bahasa Maduranya adalah “Etompa’ Ap-sa’ap ong-ghu”.

Pertahanan Kolpajung Dipindah Ke Klampar

Setelah tempat kita di Kolpajung diketahui oleh tentara Belanda, maka setiap harinya setiap pukul 14.00-16.00 selalu mendapat kiriman bombardemen tembakan mortir dan merian howitzer yang dilepaskan oleh tentara Belanda dan kota Pamekasan.

Berkat perhitungan yang cermat serta ketenangan tentara kita, tak terdapat korban di pihak kita.

Yang sering kali menjadi korban rumah penduduk, ternak kambing serta lembu milik rakyat.
Sebagai akibatnya rakyat yang belum insaf benar akan arti suatu perjuangan kemerdekaan menyesali bilamana rumahnya ditempati oleh tentara kita atau pun BadarbPerjuangan lainnya. Berhubung pihak Belanda telah mengetahui pertahanan tentara kita yang sering menerima kiriman bombardemen, menurut hasil penyelidikan, tentara Belanda akan menyerang pertahanan dan kedudukan kita.

Maka pada tanggal 23 Agustus 1947, dipindahkanlah pertahanan ke desa Klampar, suatu desa di sebelah barat jalan Pamekasan-Pegantenan, ke arah utara dari kota Pamekasan.
Jika ditinjau dan sudut militer, tempat pertahanan yang baru memang kurang baik, karena bumi/tañahnya agak lapang/rata serta dekat dengan tempat pcngungsian penyingkiran penduduk dan kota.

Sebaliknya kita dapat menanik keuntungan sebagai berikut:

  • Tentara kita dapat mengamati gerakan tentara musuh secara langsung. Tentara kita berkesempatan dapat menangkal, mengganggu gerakan tentara Belanda, yang selalu berusaha menghubungi dan mendatangi pusat pemerintahan sipil di Pegantenan.
  • Dengan mudah dapat menghilangkan jejak di tempat-tempat yang sudah ditinggalkan oleh tentara kita yang kemudian dikuasai Belanda.
  • Letaknya tidak terlalu jauh dan kota Pamekasan. (Lontar Madura)
Tulisan diangkat dari buku Perjuangan Kemerdekaan Republik Indonesia di Madura, oleh Tim Penyusun Sejarah Perjuangan Kemerdekaan RI di Madura, 1991, Bab III, dengan sub judul : (1) Aksi Militer Belanda di Madura, (2)Pembentukan Komando Pusat Pertempuran Madura (3) Pasukan Belanda Menuju Bangkalan,(4) Gerakan Belanda dan Pendudukan Arosbaya,(5) Pengerahan Tenaga di Daerah Pendudukan Belanda, (6) Serangan Umum di Kota Pamekasan, (7) Penghianatan Dalam Pertempuran Klampar , (8) Serangan Balasan Terhadap Belanda di Desa Morsomber, (9) Pusat Pemerintahan Sipil Pindah Ke Sumenep, (10) Serangan Final Belanda Besar-Besaran Ke Sumenep

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.