Lontar Madura

  • Home
  • Gapura
    • Merawat Madura
    • Gerbang Madura
    • Sejarah Madura
  • Lokalitas
    • Sastra Madura
    • Budaya Madura
    • Tradisi Madura
  • Ragam
    • Artikel Madura
    • Peristiwa Madura
    • Aneka Peristiwa
  • Pesohor
    • Tokoh Madura
    • Wisata Madura
  • Folklore
    • Legenda Madura
    • Permainan Anak Madura
  • Info
    • Mutiara yang Terserak
    • Tempat Penginapan dan Hotel di Madura
    • Jarak Antar Kabupaten-Kota di Jawa Timur
    • Mohon Dukungan Domasi
    • Jarak Antar Kota dan Provinsi di Pulau Jawa-Madura-Bali
  • Konten
    • Daftar Isi
    • Sitemap
    • WPMS Html Sitemap
  • Kontak
    • Forum Madura
    • Komentar dan Saran Anda
    • Kirim Artikel
  • Hantaran
    • Tembhang Macapat Madura
    • Dewan Kesenian di Madura Dihidupkan Lagi?
  • Kanal
    • Madura Aktual
    • Madura Eksodus
    • Lilik Soebari
    • Perempuan Laut
    • Madura Dalam Gambar
  • Telusur
    • Penelusuran Praktis Tulisan Lontar Madura
    • Peta Lokasi Lontar Madura

Ruh Resitasi “Mamaca” di Madura

Home » Sastra Madura » Ruh Resitasi “Mamaca” di Madura

Ditayangkan: 25-06-2011 | dibaca : 3,794 pengunjung
1 Star2 Stars3 Stars4 Stars5 Stars (1 votes, average: 5.00 out of 5)
Loading...

Oleh: Iqro’ Alfirdaus,

Mamaca adalah salah satu seni olah vokal Madura yang merupakan media dakwah dan pendidikan serta media kontemplasi dan pemahaman filsafat. Mulai berkembang di Madura sebelum abad ke-15 (pra Islam). Mamaca biasanya dimainkan oleh dua orang pemain, yaitu pembawa lagu dan panegghes.

Panegghes merupakan juru makna yang bertugas menjelaskan arti dan isi dari lagu yang dinyanyikan oleh pembawa lagu. Ia juga sebagai penerjemah tembang yang dinyanyikan dengan bahasa Madura.

Mamaca memiliki dua unsur penting, yakni seni sastra dan seni suara (vokal). Beberapa nama lagu mamaca Madura antara lain, Artate, Kasmaran, Senom, Salanget dan Dhurma. Cara membawakannya menggunakan gaya tekanan bahasa mirip aksen seorang dalang dalam pertunjukan wayang. Ketika mamaca dilantunkan, biasanya diiringi seruling, gambang, dan instrumen gamelan lain—yang dibunyikan dengan samar atau lirih—dengan tujuan suara pembawa lagu menjadi lebih dominan. Dan tak jarang, kegiatan mamaca hanya diiringi seperangkat kecil gamelan: gambang atau seruling saja.

Ciri khas yang paling menonjol adalah suara si penembang yang diembat-embat (vibrasi) berkepanjangan, seakan tak ada putusnya antara bagian lirik lagu yang satu dengan yang lainnya. Tembang tersebut menjadi terasa penuh dengan sentuhan kelembutan.

Bang-tembangan mamaca umumnya dengan pembacaan sebuah kakawin secara bersama-sama. Sedangkan kakawin biasanya dalam bahasa Jawa Kawi atau Madura klasik. Di sinilah peran panegghes atau tokang tegghes (juru makna) dimainkan. Perhelatan tersebut biasanya untuk mengiringi prosesi ritual-ritual tertentu, misalnya selamatan kandungan (pelet kandung), Rorokadan (rokat) seperti rokat bujuk dan pandhaba, potong gigi (mamapar), dan sunatan.

Akar Mamaca

Bagi masyarakat Madura yang memiliki diligensi eklektik dan animo yang kuat terhadap primordialitas budayanya, mereka tentu membantah terhadap persepsi orang luar (Jawa) yang beranggapan bahwa mamaca Madura merupakan embrio dari budaya Jawa. Meski sedikit banyak terdapat pengaruh dari kebudayaan Jawa yang bersumber dari kraton, namun bukan berarti Madura tidak mempunyai akar budaya sendiri. Mamaca Madura mempunyai ciri khas tersendiri. Dan munculnya anggapan bahwa mamaca Madura merupakan imitasi kebudayaan Jawa agaknya lebih terkait persoalan transfer informasi yang terhambat.

Dinamika budaya mamaca di Madura merupakan manifestasi defensif masyarakat terhadap kesenian yang diwariskan nenek moyangnya. Dalam perkembangannya, ia tak lepas dari transisi ajaran Hindu di mana dalam perkembangan berikutnya filosofi Hindu menjadi bait-bait yang mengandung nilai filosofi Islami sebagai nilai inti (core value). Hal ini terkait peran para mubaligh di masa lampau yang menjadikan kesenian sebagai media dalam berdakwah.

Para mubaligh terdahulu menciptakan tembang-tembang kreatif dan inovatif yang berisi doktrin agama, puji-pujian kepada Allah, anjuran dan ajakan untuk mencintai ilmu pengetahuan. Menyeru pesan-pesan agama: moralitas, pencarian dan kontemplasi hakekat kebenaran dan pembentukan manusia yang berkepribadian dan berkebudayaan. Melalui tembang mamaca tersebut, setiap manusia diketuk hatinya untuk lebih memahami dan mendalami makna hidup

*) Pemerhati budaya lokal Nusantara, tinggal di Yogyakarta.

Sumber : http://www.gong.tikar.or.id

Judul dibawah, juga berhubungan

  1. Folklor Kangean: Cerita Bajak Laut
  2. Lagu Madura Sebagai Simbolitas Kehidupan Sosial Budaya
  3. Sastra Madura: dari Lisan sampai Modern
  4. Sekilas Puisi Arach Djamali
  5. Merajut Pantun Menjaring Harta Karun
  6. Revitalisasi Bahasa dan Sastra Madura
  7. Karakter Masyarakat Madura Dalam Syair-Syair Lagu Daerah Madura
  8. Membangun Kekuatan Sastra (Wan) Madura
  9. Puisi Ritual Madura
  10. Sastra Madura Potensi Budaya Yang Mulai Terabaikan

Silakan cari tulisan yang lain dibawah ini;
cari cara praktis KLIK, dan mohon dukungan:. DONASI

Komentar Anda(4)

Suharsono said on 18-10-2017

maaf penulis (iqro’ alfirdaus)salah sebut nama

Reply
Lontar Madura said on 18-10-2017

Oh iya maaf, barangkali dibantu nama penulis sebenarnya. Kebetulan kami ngambil dari http://www.gong.tikar.or.id, tapi kami cek alamat URL tersebut tidak aktif.

Reply
Suharsono said on 18-10-2017

maaf mbak Ruh Resti saya copy tulisan mbak untuk tugas perkuliahan

Reply
Suharsono said on 18-10-2017

di tempat kelahiran saya Banyuwangi juga masih ada tradisi mamaca

Reply

Tinggalkan Komentar Anda

Click here to cancel reply.

Kembali ke Atas

  •  

RSS_lontarmadura.com  

kosong
Lontar Madura
Madura Aktual
Lilik Soebari
Madura Eksodus
  • Terbaru

    • Radar Madura Luncurkan Buku Carpan Madura “Tora”
    • Pelaksanaan Toktok Sering Terjadi Perselisihan
    • Tradisi Toktok Sebagai Ajang Silaturrahmi Warga
    • Toktok, Aduan Sapi Ala Masalembu
    • Putri Nelayan Masalembu, Pembawa Tumpeng Rokat
    • Rokat, Melestarikan Budaya Masyarakat Masalembu
    • Rokat, Sebagai Ungkapan Rasa Syukur Kepada Tuhan
    • Rokat di Masalembu Dipersembahkan untuk Raja Ikan.
  • Komentar Pengunjung

    • Lontar Madura on Rokat di Masalembu Dipersembahkan untuk Raja Ikan.
    • Andre on Rokat di Masalembu Dipersembahkan untuk Raja Ikan.
    • Lontar Madura on Bindoro Saud, Raja Ke 29 Memimpin Kerajaan Sumenep
    • Agus Salim on Bindoro Saud, Raja Ke 29 Memimpin Kerajaan Sumenep
    • Agus Salim on Bindoro Saud, Raja Ke 29 Memimpin Kerajaan Sumenep
  • RSS Perempuan Laut

    • "Mutiara yang Terserak" Diluncurkan
    • Inikah Penulis Perempuan Inggris Terbaik
    • Pemberdayaan Perempuan Berawal dari Pikiran Perempuan Sendiri
  • RSS Gambar Madura

    • Catatan Tersisa dari Kongres I Bahasa Madura
    • Petilasan Arya Wiraraja Di Situs Biting
    • Pantai Rongkang Bangkalan Madura
    • Pergelaran Peringatan Hari Jadi Sumenep ke 745 - 2014
  • RSS Rumah Literasi

    • Imajinasi Seorang Presiden
    • Menguak Tabir Eksistensi Melalui Film
    • Budaya Ngopi dan Cangkrukan; Antara Menumbuhkan Kebersamaan dan Perjudian
    • Sajak-sajak Moh. Rasul Mauludi

Home | Gerbang | Budaya |Tradisi | Sastra |Permainan |Wisata |Artikel |Tokoh |Peristiwa |Aneka

About Us | Privacy Policy | Daftar Isi | Nginap di Madura | Jarak Kota di Jatim | Jarak Kota Povinsi di Jatim, Madura dan Bali | Forum Madura | Sitemap

© All Rights Reserved. Lontar Madura

Close