Perbedaan Kebudayaan Kangean dengan Madura

Perbedaan kebudayaan Kangean dengan Madura nampak pada bahasa, asal usul, dan identitas sosial. Bahasa Kangean mempunyai tingkatan bahasa ako-kao, nira-nae,dan kaule-panjennengngan. Konstruksi akokao, eson-sede, eson-kakeh merupakan komunikasi yang dipergunakan oleh seseorang yang sederajat dan teman akrab. Konstruksi nira-nae, die-dika digunakan oleh mertua kepada menantu dengan tujuan penghormatansedangkan kaule-panjennengngan ditujukan  kepada seseorang yang lebih tua dan tidak sederajat sebagai penghormatan. Konstruksi yang terakhir ini disebut besa alos (bahasa tinggi) dan didominasi oleh bahasa Madura.

Asal-usul orang Kangean merupakan campuran orang-orang yang berasal dari Madura, Sapudi-Raas (Podey), Cina, Arab, Banjar, Melayu, Bawean, Jawa, Bali, Bugis-Makassar,dan Mandar. Kedatangan orang Madura, Sapudi-Raas di Pulau Kangean berhubungan dengan faktor pekerjaan, perdagangan, dan perkawinan.

Kedatangan orang Cina berhubungan dengan faktor pelarian politik yang terjadi pada akhir abad ke-19 (Bustami 2001a:8). Keturunan orang Cina yang berjenis kelamin laki-laki disebut ‘encek’ dan yang perempuan ‘ennya’, sedangkan yang keturunan Arab yang laki-laki disebut ‘iyye’ dan perempuan ‘saripah’. Orang Jawa didatangkan oleh Belanda di Kangean pada abad ke-19 untuk menanam kayu jati. Oleh karena itu, wilayah pemukiman mereka disebut kampong Jebe, yang tersebar di Ramo’ Salengka’, desa Sabesomor, dan desa Torjek. Konstruksi bangunan rumah, kosa kata, cara menyapa dan cara menyebut dalam kekerabatan, dan upacaraupacarameng uatkan asal-usul orang Kangean yang mengalami akulturasi (Bustami 2001a).

Orang Kangean mempunyai pengetahuan kosmologis yang dijadikan pedoman dalammenginterpretasi dan mengekspresikan kehidupan sehari-hari (poteka), yaitu hitungan hari(naptona)  dan pasaran, jumlah hitungan hari dengan pasaran yang dihubungkan dengan arah untuk mengadakan kegiatan (peccagen), dan hitungan waktu (pasa’aden).

Upacara-upacara di Kangean meliputi upacara untukmembersihkan lingkungan dari berbagai macam godaan lahir dan batin (salamed bumi), minta hujan (nedde ojen ), membangun rumah, khitanan (sonnat), menyelesaikan pendidikan membaca Alquran (hataman kora’an), menentukan jodoh (totondenan), melamar (mementanan),  pemberian harta dari pihak laki-laki (kokocoran), memasuki rumah perempuan yang akan dijadikan calon istri seorang lakilaki (alebuni), melarikan gadis (ngebe buro), dan usia kandungan 7 bulan (salaamed kandung). Upacara untuk mengusir makhluk halus dengan membakar api unggun dilakukan saat bayi lahir sampai dengan 40 hari (bengunbengun).

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.