Lontar Madura

  • Home
  • Gapura
    • Merawat Madura
    • Gerbang Madura
    • Sejarah Madura
  • Lokalitas
    • Sastra Madura
    • Budaya Madura
    • Tradisi Madura
  • Ragam
    • Artikel Madura
    • Peristiwa Madura
    • Aneka Peristiwa
  • Pesohor
    • Tokoh Madura
    • Wisata Madura
  • Folklore
    • Legenda Madura
    • Permainan Anak Madura
  • Info
    • Mutiara yang Terserak
    • Tempat Penginapan dan Hotel di Madura
    • Jarak Antar Kabupaten-Kota di Jawa Timur
    • Mohon Dukungan Domasi
    • Jarak Antar Kota dan Provinsi di Pulau Jawa-Madura-Bali
  • Konten
    • Daftar Isi
    • Sitemap
    • WPMS Html Sitemap
  • Kontak
    • Forum Madura
    • Komentar dan Saran Anda
    • Kirim Artikel
  • Hantaran
    • Tembhang Macapat Madura
    • Dewan Kesenian di Madura Dihidupkan Lagi?
  • Kanal
    • Madura Aktual
    • Madura Eksodus
    • Lilik Soebari
    • Perempuan Laut
    • Madura Dalam Gambar
  • Telusur
    • Penelusuran Praktis Tulisan Lontar Madura
    • Peta Lokasi Lontar Madura

Mengurai Situs Terpendam di Kebunagung Sumenep

Home » Sejarah Madura » Mengurai Situs Terpendam di Kebunagung Sumenep

Ditayangkan: 20-06-2014 | dibaca : 535 pengunjung
1 Star2 Stars3 Stars4 Stars5 Stars (1 votes, average: -1.00 out of 5)
Loading...
Makam Tumenggung Yudonegoro

Makam Tumenggung Yudonegoro

Siapa yang tidak tahu Asta Tinggi Sumenep. Kompleks pemakaman Raja-raja di kabupaten paling timur di Madura ini. Sebuah tempat yang sejak dulu kala menjadi sasaran pengunjung baik dari Sumenep sendiri, maupun dari luar Sumenep. Bedanya, kalau dahulu, rata-rata pengunjung murni berniat ziarah kubur, tabarruk (mengambil barokah), maupun tujuan lain seperti menyepi, bertapa; dengan niat yang tergantung pada diri masing-masing peziarah waktu itu. Sedangkan sekarang yang lebih menonjol ialah aspek wisatanya, menyegarkan pikiran, rekreasi, dan bersenang-senang. Aspek ziarahnya juga ada, tapi kurang menonjol.

Asta Tinggi terletak di desa Kebunagung, kecamatan Kota. Kurang lebih sekitar 2,5 kilometer dari pusat kota. Kebunagung terletak di daratan tinggi. Udaranya cukup khas, dan agak sejuk. Desa ini juga dilewati aliran sungai yang cukup besar dari pegunungan sekitar area gua jeruk (bahasa Madura, yang bermakna dalam. Kadang orang keliru melafalkan menjadi gua jeruk).

Selama ini, orang tahunya desa Kebunagung identik dengan situs Asta Tinggi. Padahal kalau ditelusuri lebih jauh lagi, desa Kebunagung menyimpan peta situs-situs penting yang selama ini terpendam dan perlu digali lebih dalam. Kejayaan-kejayaan masa lalu sekaligus informasi sejarah yang selama ini belum terurai banyak tersimpan di desa ini.

Sebut saja lokasi asta Tumenggung Yudanegara (Judhanaghara) alias Raden Bugan alias Macan Wulung, asta Kangjeng Kiyai Adipati Semarang (Suroadimenggolo ke-V), asta Raden Shaleh (Raden Adipati Pringgoloyo), asta Pangeran Le’nan Muhammad Hamzah, asta Raden Ardikusumo ke-I, asta Patih Angabehi Mangundireja, asta Qadhi (penghulu) Zainal ‘Abidin, dan asta yang hingga kini masih terus menjadi kontroversi publik; asta Pangeran Diponegoro.

Di buku-buku atau literatur umum mengenai wisata religi Sumenep sebagian nama-nama di atas memang sempat disebut. Tapi biasanya memang tanpa keterangan lebih lanjut. Sebut misalnya mengenai keberadaan asta Kangjeng Kai atau Kiyai Adipati Semarang (Raden Adipati Ario Suroadimenggolo ke-V) di area Asta Tinggi. Bagi pengunjung asta atau pembaca buku literatur peta asta Tinggi, tentu akan dihinggapi pertanyaan, siapa gerangan tokoh ini? Mengapa Adipati Semarang di Jawa Tengah sana sampai dimakamkan di Sumenep plus sebagian besar anggota keluarga beliau?

Memang ada sedikit keterangan bahwa beliau adalah mertua Raja Sumenep, Sultan Pakunataningrat sekaligus saudara sepupunya (sepupu dua kali, atau dupopo dalam bahasa Maduranya. Hubungan ini didapat dari pihak ibu Sultan yang bernama Raden Ajeng Maimunah, putri Pangeran Adipati Ario Suroadimenggolo ke-IV). Keterangan lain di pintu gerbang makam ada wasiat Sultan agar lebih dulu menziarahi beliau sebelum Sultan dan sesepuh keraton yang lain. Lalu apa kisah di balik itu?

Makam Kangjeng Kiyai Adipati Suroadimenggolo V bersama isteri

Makam Kangjeng Kiyai Adipati Suroadimenggolo V bersama isteri

Kanjeng Kiyai Adipati Suroadimenggolo ke-V merupakan adipati Semarang yang memerintah sekitar awal 1800 – 1820. Lebih dari itu, kedudukan beliau di masanya merupakan adipati Wadhono atau Hoofd Regent. Adipati yang membawahi beberapa kadipaten. Dalam beberapa literatur, beliau dikenal sebagai Kangjeng Terboyo. Seorang Adipati yang memiliki wawasan keilmuan luas dan menguasai berbagai disiplin ilmu serta kebudayaan tanah Jawa. Beliau memiliki 40 orang putra-putri yang kebanyakan ‘arif, berpendidikan tinggi, dan cerdas; yang satu diantaranya seorang jenius bernama Raden Shaleh (kelak Raden Adipati Pringgoloyo, Patih Sultan Sumenep). Kangjeng Kiyai juga memiliki keponakan sekaligus anak angkat yang juga bernama Raden Shaleh, pelukis legendaris yang memiliki nama asli Sayyid Shaleh bin Alwi Bin Yahya.

Secara geneologis, Kangjeng Kiyai merupakan keturunan langsung penguasa pertama Semarang dari jalur pancaran laki-laki (pancer), yakni Pangeran Pandanarang atau Kiyai Ageng Pandanarang. Dalam beberapa literatur, tercatat bahwa penguasa pertama negeri Asam Arang (sebagai asal dari nama kota Semarang) tersebut merupakan keturunan langsung dari Sayyidina al-Husain bin Faathimah binti Rasulullah SAW. Juga dalam beberapa sumber disebutkan bahwa Kangjeng Kiyai sendiri merupakan menantu dari Pangeran Prangwedana alias Pangeran Sambernyawa alias Kangjeng Gusti Pangeran Adipati Ario (KGPAA) Mangkunegoro I, penguasa pertama keraton Mangkunegaran Solo.

Pada saat meletus perang Jawa atau perang Diponegoro, peran Kangjeng Kiyai sangat besar. Diceritakan bahwa Pangeran Diponegoro sering bertandang ke Semarang secara sembunyi-sembunyi untuk menyusun siasat perang dan meminta buah pemikiran Kangjeng Kiyai. Bahkan putra Kangjeng Kiyai yang bernama Raden Shaleh alias Raden Ario Notodiningrat (Bupati Lasem) secara terang-terangan bergabung dengan pasukan Pangeran Diponegoro. Namun gerakan ini terbongkar. Akhirnya Kangjeng Kiyai dan Raden Shaleh ditangkap untuk selanjutnya ditawan di atas kapal perang Pollux. Peristiwa ini terdengar oleh Sultan Sumenep. Sultanpun berangkat ke Semarang dan menjamin beliau berdua, sekaligus menawarkan suaka. Selanjutnya Kangjeng Kiyai dan sebagian besar keluarganya hijrah ke Sumenep. Sementara di Semarang diangkat pengganti dari salah satu putra Kangjeng Kiyai, yakni Raden Adipati Krisno, yang juga bergelar Suroadimenggolo. Tak lama di Sumenep Kangjeng Kiyai wafat pada 25 Dzulhijjah 1242 Hijriah. Sementara Raden Shaleh diangkat sebagai Rijksbestuurder (Patih) Sultan Sumenep dengan gelar Raden Adipati Pringgoloyo.

Tokoh-tokoh lain yang dimakamkan di Sumenep, selain Kangjeng Kiyai, juga banyak yang masih belum diketahui secara lengkap mengenai riwayat hidupnya. Semisal Patih Angabehi Mangundireja (yang wafat di Loji, saat terjadi kontak fisik dengan tentara Inggris di masa Panembahan Sumolo), juga penghulu Raden Ardikusumo ke-I (sepupu Sultan), penghulu Zainal ‘Abidin dan lain sebagainya. Begitu juga dengan sosok Pangeran Letnan Kolonel Kusumo Sinerangingrono atau Pangeran Le’nan (putra Sultan). Prasasti atau keterangan di asta-asta para pembesar negeri Sumenep masa lalu itupun rata-rata masih utuh. Namun tidak banyak yang menyingkapnya. Padahal semua itu merupakan bagian penting yang tak bisa dipisahkan dengan Sumenep masa kini. Jas Merah ! (R. Moh. Farhan Muzammily)

Judul dibawah, juga berhubungan

  1. Gerakan Belanda dan Pendudukan Arosbaya
  2. Pemerintahan Madura Sebelum Tahun 1700
  3. Pemerintahan Madura Masa VOC Abad ke-18
  4. Mengenal Museum Mandilaras Pamekasan
  5. Masjid Agung Sumenep: Arsitektur Peradaban Bangsa Dunia
  6. Prasasti Pintu Gerbang Asta Tinggi Sumenep
  7. Pemerintahan Madura pada Masa Hindia Belanda
  8. Makna Filosofis Lambang Keraton Sumenep
  9. Komunitas Madura di Situbondo
  10. Museum Keraton Sumenep

Silakan cari tulisan yang lain dibawah ini;
cari cara praktis KLIK, dan mohon dukungan:. DONASI

Tinggalkan Komentar Anda

Click here to cancel reply.

Kembali ke Atas

  •  

RSS_lontarmadura.com  

kosong
Lontar Madura
Madura Aktual
Lilik Soebari
Madura Eksodus
  • Terbaru

    • Radar Madura Luncurkan Buku Carpan Madura “Tora”
    • Pelaksanaan Toktok Sering Terjadi Perselisihan
    • Tradisi Toktok Sebagai Ajang Silaturrahmi Warga
    • Toktok, Aduan Sapi Ala Masalembu
    • Putri Nelayan Masalembu, Pembawa Tumpeng Rokat
    • Rokat, Melestarikan Budaya Masyarakat Masalembu
    • Rokat, Sebagai Ungkapan Rasa Syukur Kepada Tuhan
    • Rokat di Masalembu Dipersembahkan untuk Raja Ikan.
  • Komentar Pengunjung

    • Lontar Madura on Rokat di Masalembu Dipersembahkan untuk Raja Ikan.
    • Andre on Rokat di Masalembu Dipersembahkan untuk Raja Ikan.
    • Lontar Madura on Bindoro Saud, Raja Ke 29 Memimpin Kerajaan Sumenep
    • Agus Salim on Bindoro Saud, Raja Ke 29 Memimpin Kerajaan Sumenep
    • Agus Salim on Bindoro Saud, Raja Ke 29 Memimpin Kerajaan Sumenep
  • RSS Perempuan Laut

    • "Mutiara yang Terserak" Diluncurkan
    • Inikah Penulis Perempuan Inggris Terbaik
    • Pemberdayaan Perempuan Berawal dari Pikiran Perempuan Sendiri
  • RSS Gambar Madura

    • Catatan Tersisa dari Kongres I Bahasa Madura
    • Petilasan Arya Wiraraja Di Situs Biting
    • Pantai Rongkang Bangkalan Madura
    • Pergelaran Peringatan Hari Jadi Sumenep ke 745 - 2014
  • RSS Rumah Literasi

    • Gubernur Jatim Buka Temu Inovasi Ditandai Pemukulan Gong
    • Pendidikan Dalam Perspektif Pemberdayaan
    • Sabar Sebuah Keindahan Sikap dari Implementasi Pendidikan Agama Islam (Bagian 1)
    • Sabar Sebuah Keindahan Sikap dari Implementasi Pendidikan Agama Islam (Bagian 2)

Home | Gerbang | Budaya |Tradisi | Sastra |Permainan |Wisata |Artikel |Tokoh |Peristiwa |Aneka

About Us | Privacy Policy | Daftar Isi | Nginap di Madura | Jarak Kota di Jatim | Jarak Kota Povinsi di Jatim, Madura dan Bali | Forum Madura | Sitemap

© All Rights Reserved. Lontar Madura

Close