Lontar Madura

  • Home
  • Gapura
    • Merawat Madura
    • Gerbang Madura
    • Sejarah Madura
  • Lokalitas
    • Sastra Madura
    • Budaya Madura
    • Tradisi Madura
  • Ragam
    • Artikel Madura
    • Peristiwa Madura
    • Aneka Peristiwa
  • Pesohor
    • Tokoh Madura
    • Wisata Madura
  • Folklore
    • Legenda Madura
    • Permainan Anak Madura
  • Info
    • Tempat Penginapan dan Hotel di Madura
    • Jarak Antar Kabupaten-Kota di Jawa Timur
    • Jarak Antar Kota dan Provinsi di Pulau Jawa-Madura-Bali
    • Mohon Dukungan Domasi
  • Arah
    • About Us
    • Daftar Isi
    • Sitemap
    • WPMS Html Sitemap
  • Kontak
    • Forum Madura
    • Kirim Artikel
    • Komentar dan Saran Anda
  • Hantaran
    • Marlena, Perjalanan Panjang Perempuan Madura
    • Mutiara yang Terserak
    • Tembhang Macapat Madura
    • Dewan Kesenian di Madura Dihidupkan Lagi?
  • Kanal
    • Madura Aktual
    • Madura Eksodus
    • Lilik Soebari
    • Perempuan Laut
    • Madura Dalam Gambar
    • Babad Madura
  • Telusur
    • Penelusuran Praktis Tulisan Lontar Madura
    • Peta Lokasi Lontar Madura

Kolonialisme dan Polarisasi Masyarakat

Menuju > Home | Artikel Budaya | Kolonialisme dan Polarisasi Masyarakat

Ditayangkan: 17-03-2011 | dibaca : 12,803 views
1 Star2 Stars3 Stars4 Stars5 Stars (No Ratings Yet)
Loading...

Sekolah model Barat ini diperkenalkan kepada pribumi ketika pendidikan tradisional agama langgar dan pesantren sudah dikenal luas di tengah masyarakat. Bahkan di akhir abad ke-19 itu, pesantren menunjukkan pengaruh sosialnya yang semakin luas, dan banyak pesantren tengah giat-giatnya mengembangkan diri. Kiai Umrah Zubair (w. 1890) di Sumberanyar (Pamekasan), Kiai Khalil (w. 1923 [1925?]) di Bangkalan, Kiai Abdul Hamid Itsbat (w. 1926) di Banyuanyar (Pamekasan), Kiai Syarqawi (w. 1910) di Guluk-guluk (Sumenep), dan Kiai Chatib (w. 1930) di Prenduan (Sumenep) adalah sebagian kiai-kiai pesantren yang sangat berpengaruh pada akhir abad ke-19 hingga awal abad ke-20. Dan, terutama sebagai gerakan sosial-keagamaan di tingkat lokal, aktivitas mereka tampak sangat agresif.

Pengaruh mereka bahkan tidak hanya terbatas di kalangan masyarakat Madura, melainkan juga masyarakat Jawa. Sebagai contoh, di samping berasal dari Madura sendiri, sebagian santri Kiai Umrah Zubair —dia melanjutkan kepemimpinan pesantren yang dirintis orangtuanya— berasal dari Bondowoso dan Panarukan (Iik Arifin Mansurnoor 1990: 43). Lingkup pengaruh sosial Kiai Khalil Bangkalan pasti lebih luas lagi, sebab banyak santrinya kelak mendirikan pesantren —yang kemudian menjadi pesantren-pesantren besar— di Jawa Timur, Jawa Tengah, Yogyakarta, dan Jawa Barat (Abdurrahman Mas’ud 2004: 162). Tentu saja, luasnya pengaruh para kiai ini dengan segera memapankan pesantren sebagai lembaga pendidikan tradisional agama di tingkat rakyat kebanyakan.

Dengan konstelasi seperti itu, maka pendidikan terpolarisasi ke dalam pendidikan agama (pribumi) dan pendidikan kolonial (Belanda). Hal tersebut kemudian menentukan pola hubungan selanjutnya antara ulama dan para santrinya di satu pihak dengan pemerintahan kolonial dan para kolaborator lokalnya di pihak lain. Kecenderungan ini terus berlangsung, kemudian menimbulkan keengganan masyarakat desa terhadap sekolah buatan Belanda, sekaligus melanggengkan kecurigaan pemerintah kolonial terhadap pesantren (Iik Arifin Mansunoor 1990: 43). Polarisasi pendidikan ini kian nyata dan kian keras, didorong pula oleh kemarahan masyarakat desa terhadap pemerintah kolonial dan para kolaborator lokalnya di kota, yang bukan saja merugikan, melainkan juga memeras mereka melalui sistem perpajakan, pengerjaan tanah garapan, dan lain-lain. Hampir dalam semua hal, ketentuan sistem perpajakan dan terutama sistem pengelolaan lahan pertanian ditentukan secara sepihak oleh pemerintah. Pada abad ke-19, keadaan sedemikian buruk: rakyat Madura “hidup dalam keadaan ‘mendekati perbudakan’” (Huub de Jonge 1989: 77).

Pages: 1 2 3 4

Dibawah layak dibaca

Tinggalkan Komentar Anda

Click here to cancel reply.

Kembali ke Atas

  •  

RSS_lontarmadura.com  

kosong
Lontar Madura
Madura Aktual
Lilik Soebari
Babad Madura Line
  • audio
    "Apen Parsanga"
    http://www.lontarmadura.com/wp-content/uploads/2019/06/Lagu-Madura-Apen-Parsanga.mp3
    Lagu Madura dari Sumenep
  • Terbaru

    • Benarkah Taman Sarè Keraton Sumenep Tempat Mandi Putri Raja?
    • Aretan Sapi dari Kerapan dan Sape Sono’
    • Media Massa dalam Membentuk Stereotip Etnis Madura
    • Media dan Stereotip Terhadap Etnis Madura
    • Pamekasan Pada Masa Pemerintahan Adipati Ario Adikara
  • Komentar Anda

    • sinau on Sekilas Raja dan Tokoh Penting Bangkalan
    • Lontar Madura on Bindoro Saud, Raja Ke 29 Memimpin Kerajaan Sumenep
    • Lontar Madura on Bindoro Saud, Raja Ke 29 Memimpin Kerajaan Sumenep
    • Ahmad junaidi qurthubi on Bindoro Saud, Raja Ke 29 Memimpin Kerajaan Sumenep
    • Agus Hariadi on Sekilas Raja dan Tokoh Penting Bangkalan
  • Jumlah Pengunjang

    • Asal Usul Leluhur Orang Madura - 92,099 views
    • Bindoro Saud, Raja Ke 29 Memimpin Kerajaan Sumenep - 48,603 views
    • Sejarah Buju’ Batu Ampar Pamekasan - 42,393 views
    • Tembang Macapat Madura dan Sejarah Pengembangannya - 38,379 views
    • Puisi Madura: Abdul Gani - 35,423 views

© All Rights Reserved. Lontar Madura
Free Wordpress Themes by Highervisibility.com

Close