Di Madura Idul Adha Lebih Prestisius Dari Idul Fitri

 Pada tataran ini fungsi sedekah untuk menolak bala sebagaimana universalitas teks hadits nabi diformalkan dalam domestikasi slametan. Dengan slametan diharapkan terjalin relasi horizontal antara Tuhan yang supranatural dengan manusia melalui ritual sedekah. Tuhan diharapkan ikut intervensi untuk menjaga keselamatan keluarga yang naik haji. Secara sosiologis, ritual slametan ini juga bertujuan demi survivenya kekerabatan antar berbagai keluarga. Ter-ater yang biasa dilakukan mengiringi slametan memiliki fungsi mirip dengan apa yang dikatakan Durkheim tentang “manifestasi penguatan solidaritas sosial antar partisipan melalui performa dan pengabdian”. Bagi orang Madura sendiri performa vertikal merupakan ikatan mutualistik yang tak terpisahkan. Slametan haji dan juga ter-ater bagi keluarga yang sedang naik haji merupakan wujud pengabdiannya pada soliditas kosmos. Meninggalkan ter-ater berarti memutus rantai berjalannya harmoni rukun antar sesama. Berbeda bagi orang yang naik haji, slametan merupakan sebuah ritual pentahapan akan migrasinya dari status lama kedalam status baru.

Dalam tataran ini, slametan melakonkan apa yang disebut oleh Arnold Van Gennep sebagai rite de passage, sebuah koordinasi tradisi untuk menandai lahirnya sebuah status baru dalam hirarki masyarakat. Slametan haji yang terkadang berlangsung sampai 40 hari seperti di pedesaan Madura merupakan rekonfirmasi kepada masyarakat akan posisi baru seorang haji yang membutuhkan pula sebuah honiritas baru dalam struktur social nantinya. Terkadang, prosesi ini didahului oleh prosesi ganti nama bagi orang Madura yang telah sah menjadi haji.

Dengan demikian periferalitas tellasan dan slametan yang berkutat di sekitar prosesi haji merupakan wujud kreatif Islam Madura yang tidak boleh dinilai sebagai perlawanan terhadap Islam otentik. Dia merupakan manifesto kreatif yang mengajarkan bahwa Islam Madura bukanlah tradisi pinggiran yang predestinatif. Islam Madura adalah Islam marjinal yang kreatif dalam menangkap teks Islam sebagai low tradition yang ramah lingkungan. Boleh dikata, Tradisi Islam Madura telah menghilangkan kebingungan besar (highly misleading) tentang bagaimana menginterpretasikan Islam kontemporer seperti yang melanda sejumlah kalangan akhir-akhir ini.

Penulis adalah alumnus Hubungan Internasional FISIP UNEJ. Berdomisili di Sumenep

(sumber: syarifhidayatsantoso.wordpress.com/category/radar-madura/rubrik-pamator/pamator-2/)

 

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.