Bahasa dan Sastra Madura Tradisional di Bangkalan
Pasca Beroperasinya Suramadu

Terkait penggunaan bahasa Madura dalam tulisan, ada hal lain yang juga bersifat paradoks. Jika sebelum Suramadu ada, ekspos bahasa Madura dalam bentuk tulisan di Madura sangat kurang, seperti misalnya jumlah spanduk yang menggunakan bahasa Madura dapat dihitung dengan jan, maka dewasa mi, penggunaan bahasa Madura dalam fungsi sebagai penyampai informasi di media-media luar ruang semakin lama makin meningkat jumlahnya. ini dapat dilihat dan munculnya spanduk (banner), papan nama, dan wall painting yang menggunakan bahasa Madura yang dapat dijumpai di beberapa tempat sepanjang jalan protokol di Madura. Sayangnya, menurut informan, kualitas pemakaian bahasa Madura tulis di kalangan masyarakat Bangkalan, khususnya generasi Muda juga makin berkurang.

Akibatnya, banyak tulisan berbahasa Madura yang tidak sesuai dengan ejaan standar Balai Bahasa Jawa Timur. Contohnya seperti: bâ’na (kamu) banyak yang menulis bekna, atau dârâ (darah) ditulis dhere. Pernyataan informaninididukung observasi lapangan yang dilakukan penulis yang menjumpai banyak informasi yang menggunakan bahasa Madura dan tersebar di Bangkalan, ditulis tidak sesuai standar.

Selain itu, di beberapa media luar ruang, antara satu dan lainnya tidak memiliki keseragaam penulisan, seakan-akan bahasa Madura yang muncul dituliskan sesukanya.
Menurut informan yang merupakan guru Bahasa Daerah di SMPN di Bangkalan, dukungan Pemerintah Daerah Kabupaten Bangkalan terhadap pengembangan bahasa Madura sangat minim. Tidak ada dukungan khusus dan PEMDA. Dukungan yang adapun hanyalah sebatas dukungan lisan, yang diutarakan namun tidak diwujudkan dalam program kerja.

Buktinya, menurut informan, selamaini.belum pernah ada perlombaan kebahasaan Madura yang dikelola secara serius oleh PEMDA, seperti lomba-lomba pidato menggunakan bahasa Madura yang pesertanya dan pelosok-pelosok Bangkalan. Bahkan untuk hal yang formil pun, seperti payung hukum untuk mengajar bahasa Madura di sekolah dasar dan menengah pertama di Bangkalan, para guru mengajar dengan berdasarkan PERGUB (Peraturan Gubernur), dan bukan PERBUP, peraturan yang seharusnya ada sejak jaman dulu yang berkaitan dengan implementasi teknis UU No 24 tahun 2009 pasal 42 ayat 1 tentang bahasa daerah.

Tulisan berkelanjutan:

  1. Perkembangan Bahasa dan Sastra Madura di Bangkalan
  2. Kondisi Umum Bahasa Sastra Madura di Bangkalan
  3. Bahasa dan Sastra Madura Tradisional di Bangkalan
  4. Merindukan Masa Keemasan Bahasa Madura

Menurut para informan, kelompok-kelompok masyarakat yang mewadahi pengembangan bahasa dan sastra Madura di kabupaten Bangkalan sebenarnya masih tetap ada. Namun kelompok-kelompokinibersifat sporadis dan tidak memiliki visi yang jelas. Salah satu informan menyebut kelompok pengajianyang dikelolanya sebagai sebuah contoh. Di kelompok pengajian tersebut, bahasa Madura memang ditekankan untuk digunakan jika ada pertemuan. Sayangnya, karena dikelola secara tradisional, perannya pada pemertahanan dan pengemb angan bahasa Madura terkesan kurang terasa. Asal jalan saja. Selain itu kelompok-kelompok semacaminijuga belum memiliki paguyuban yang saling berkoordinasi secara rutin, sehingga terkesan jalan sendiri-sendiri. (bersambung)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.